Masa Lalu itu adalah Dirimu


Amat berat menerima mereka yang hari-harinya telah diisi oleh orang lain. Mereka bersamamu, namun di pikirannya malah orang lain. Ya, aku berbicara tentang masa lalu. Semua orang punya cerita berbeda, dan aku hanyalah salah satu dari mereka yang terperangkap oleh dimensi ciptaannya sendiri. Semua itu salahku, aku yang telah memulai permainan bodoh ini, maka aku yang harus menanggung semua akibatnya. Tenang saja, itu bukan salahmu.

Semua itu berawal dari masa SMP, entah takdir apa yang membuatku bertemu dengan orang sepertimu. Kau, seseorang yang tak banyak bicara dan lebih banyak tersenyum. Seringkali ketika kutertawakan dirimu, kau bukannya membalas, malah tersenyum menanggapi ucapanku. Tiap kali kulakukan hal yang sama, kau tetap tersenyum. Kau mampu membuatku tertegun, seberapa dewasakah dirimu saat itu? Hei, usiamu saat itu baru 12 tahun.

Waktu terus bergulir, dan Tuhan mempertemukan kita di kelas yang sama lagi! Oh tidak. Sungguh aku terlampau kesal melihat dirimu yang tak pernah berhasil kupermalukan. Selama beberapa bulan, tak ada hal yang berbeda. Kau tetap banyak diamnya, dan aku tak mampu menebak seperti apa perangaimu. Oh ya, selamat, kau ketua kelas sekarang!

Hari itu, amat kubenci. Jum'at. Ini adalah hari dimana aku ditahan pulang lebih lama dari biasa. Apa lagi? Aku harus piket ditemani debu yang bertebaran, ditambah lagi, ruangan kelasku tak memiliki jendela. Jadilah akhirnya mereka yang piket bergelut dengan yang namanya kepulan debu. Tiap kali berhadapan dengan situasi seperti itu, aku akan bersin berulang kali hingga hidungku memerah dan mataku berair. Aku benci itu, karenanya aku selalu kabur diam-diam walau kutahu ketua kelas ditugasi mengawasi piket.

Entah kenapa, suatu hari, Bu Ena selaku wali kelas meminta laporan mengenai masalah piket padanya. Aku segera bergidik, menatapnya dengan tajam. Tidak, dia melaporkanku yang berulang kali kabur. Seperti biasa, aku menelan getahnya. Aku diharuskan membayar denda. Anehnya, aku hanya didenda dalam jumlah sedikit. Saat kucari tahu, ternyata ia diam-diam membantuku agar tak terbebani dengan semua denda itu. Itulah untuk pertama kalinya aku menganggap ia orang yang berbeda. Semenjak itu, aku mulai memperhatikannya.

Beberapa bulan telah terlewati, dan aku sangat menikmati kelasku itu. Bahagia, karena aku hanya diperkenalkan pada kesenangan dan keakraban. Terimakasih.

Kelas 9, seperti yang telah kutebak, kita ditempatkan di kelas yang berbeda. Rutinitas dan jadwal yang berbeda membuat kita jarang bertemu. Tiap kali aku berkunjung ke kelasmu, entah kenapa teman-temanmu menyoraki aku denganmu. Apa yang terjadi? Aku mulai curiga dan mencari tau. Ternyata kau menyimpan sesuatu yang membuat duniaku tersentak. Kau menyukaiku? Tak mungkin!

Namun, itulah fakta yang ada. Ketika seseorang menyukaimu, kau akan memperhatikannya, namun kau juga akan merasa malu dan berusaha menghindar selagi bisa. Aku tahu, kau selalu berdiri di belakangku selama dua tahun ini. Terimakasih.

Satu hal yang tak pernah kuduga terjadi. Setelah acara perpisahan yang kelabu dan menghadapi ujian nasional yang begitu berat, aku mendaftarkan diri di salah satu SMA yang kuimpikan sejak kecil. Tunggu dulu, kita satu sekolahan lagi! Oh, apa yang harus kulakukan sekarang?

Ya, aku kembali bersamanya di bawah atap yang sama lagi, namun sekarang kelas kita berbeda. Takdir telah melempar dadunya, dan angka yang muncul adalah satu, tak sesuai harapan. Kita tak pernah sekelas lagi.

Saat memasuki babak baru kehidupan SMA, kau nyatakan sesuatu itu. Aku bingung sebenarnya apa yang membuatmu menyukai pribadi sepertiku? Sampai sekarang tak kutemukan jawabnya. Inilah saat dimana aku menyakitimu untuk kesekian kalinya, aku menolakmu. Maaf.

Hingga saat ini, aku masih memegang erat prinsip itu. Aku tak akan pernah pacaran karena aku ingin menjadi pendamping yang baik. Ungkapan seputar perasaan hanya boleh kutujukan pada pasanganku kelak. Apapun yang terjadi.

Semenjak itu, kumulai mengamati perubahan sifatmu. Kau sekarang berbeda, ada apa denganmu?

Ia menjauh dan satu tahun setelah itu ia telah menjadi milik orang lain. Tiap kali berhadapan dengannya, aku berusaha agar tetap bisa tersenyum. Ketika melihatnya bersama orang lain, aku merasa ada sesuatu yang hilang, yang ada hanyalah sakit, namun aku membiarkannya. Ya, akhirnya aku tahu, cara pandang kita berbeda.

Kau adalah ceritaku di masa lalu. Saat ini aku telah memasuki semester 3 dunia perkuliahan, dan masa lalu itu melintas tanpa kuminta. Apa yang harus kuperbuat? Untuk membuangnya saja aku tak mampu. Kau sudah bersama orang lain, dan aku masih terpaku di titik yang sama, sama saat kita bertemu dulu. Menyakitkan memang, namun itulah hidup. Pilihan yang kau ambil yang akan membuatmu bahagia, tersakiti, kecewa, marah.

Hari ini, aku tersakiti dengan pilihan yang kumbil dulu, karena pada akhirnya kau bersama orang lain. Namun, aku berani mengambil keputusan itu karena kutahu ini hal yang benar menurutku, menurut agama kita, dan menurut Allah.

Sakit ini masih berbekas, namun aku yakin Allah telah memilihkan seseorang yang tepat untukku. Seseorang yang akan membuatku melupakan luka ini dan mampu membuatku bahagia. Selamat untukmu, aku berharap, semoga kau bahagia. Terimakasih selama ini telah menjadi salah satu bagian dari hidupku. Terimakasih telah mengenalkanku pada perasaan senang, malu, dan apalah itu. Terimakasih karena selama 4 tahun telah setia berdiri di belakangku.

Waktu tak akan membuat semua menjadi lebih baik. Ada kalanya sakit itu semakin memuncak, rasa marah itu pecah, dan kau terjerembab dalam lubang waktu yang tak berkesudahan. Namun, ketika kau memilih berdamai dengan masa lalu, kau akan melihat hamparan dunia yang luas, cahaya mentari yang menerpa dengan penuh kehangatan, dan kau disini sekarang. Dunia luar menunggumu, keluarlah, karena sesuatu yang baru menunggumu.

Komentar

Postingan Populer