Inilah Alasanku Berkerudung


Hari ini, aku akan menceritakan padamu sebuah rahasia kecil. Ya, bukan lagi kisah motivasi seperti sebelumnya. Hari ini, kita akan bicara mengenai kerudung. Pertanyaannya, mengapa aku memilih berkerudung? Baik, kita ungkap semuanya hari ini.

Ketika usiaku menginjak delapan tahun, Papa yang dikala itu baru pulang kerja memanggilku. Tak perlu waktu lama bagiku untuk duduk disamping beliau. Sambil menghela nafas, papa akhirnya mulai bicara perlahan.

"Iyaa (panggilanku di rumah), iyaa tau ndak kewajiban seorang wanita ketika telah memasuki usia baligh?", tanya papa sambil tersenyum. Aku membalasnya dengan anggukan. "Tentu aja mengenakan kerudung, Pa", jawabku polos. 

Pertanyaan sederhana itu berakhir dengan janji kelingking yang kutautkan di jemari papa. Akhirnya, aku membuat janji itu. Setelah proses tawar-menawar yang panjang, akhirnya aku menyanggupi permintaan papa mengenakan kerudung saat telah berumur sepuluh tahun nanti. 

Papa bukanlah seseorang yang dalam pemahaman agamanya, namun keinginannya untuk menempaku begitu kuat. Bahkan aku mendengar dari mama, papa berniat mendaftarkanku dan adik di pesantren. Kutahu sekarang, keinginan papa tinggallah angan, hal itu tak akan terjadi. Pesantren? Selamat tinggal. Adakalanya dalam hidup, semua tak berjalan sesuai rencanamu. Hidup memaksamu untuk memilih dan bukan opsi itu yang menjadi pilihanku.

Waktu berjalan cepat. Hari itu, akhirnya aku naik ke kelas empat SD. Tunggu dulu, berapa usiaku? Sepuluh tahun. Sontak, aku teringat janji kelingking yang telah kubuat dengan Papa. Aku belum kunjung melaksanakannya. Alasannya, hampir tak ada teman-temanku yang mengenakan kerudung. Aku malu, jika harus memulainya dulu. Akhirnya, aku mencoba meredam ingatanku mengenai janji itu.

Entah apa asal muasalnya, perlahan satu per satu temanku mulai mengenakan kerudung. Belasan teman-teman yang mengenakan kerudung mulai mewarnai kelasku. Akhirnya, aku mengambil keputusan itu. Mengenakan kerudung. Yap, tentu saja di usiaku yang menginjak sepuluh tahun. Papa telah tiada. Hari itu, yang ingin kulakukan hanya satu. Sambil menggaruk kepala, aku ingin mengucapkan pada papa begini,

"Pa, iya udah makai kerudung. Janji udah iya lunasi. Maaf ya, Pa. Telat dikit ndak papa kan, Pa? Hehe. " 

Ya, hanya itu yang ingin kukatakan padanya yang amat kusayangi. Maaf. Andai aku lebih cepat mengambil keputusan, tentu aku dapat menyenangkan hati beliau. Penyesalan selalu datang di akhir.

Memang aku telah mengenakan kerudung, namun belum seutuhnya kerudung itu menghiasi kepalaku. Sesekali, aku melepasnya saat olahraga, menari, atau acara-acara lainnya. Mungkin itu dikarenakan aku ingin dibilang cantik dengan rambut hitam kelam yang kumiliki. Aku hanya menghela nafas mengingat pola pikir anak-anakku dulu. Haha :)

Setelah tamat SD, mama mendaftarkanku di Madrasah Tsanawiah Negeri di dekat rumahku. Disinilah aku diperkenalkan dengan hakekat kerudung yang sesungguhnya. Kerudung bukan hanya sebatas kewajiban, namun juga sebuah kebutuhan. Agar kau terlindungi, terjaga, dan terbebas dari tatapan kaum adam. Hari itu, kukokohkan lagi niatku untuk berkerudung. Berkerudung adalah komitmen. 

Setelah itu, aku mengisi hari-hariku dengan kerudung. Tak akan kulepas walau dibayar. Komitmen adalah sesuatu yang mahal harganya. Namun, setelah itu sesuatu terjadi padaku. Sesuatu yang tak akan kulupakan seumur hidupku. 

Hari itu, aku yang telah beranjak SMA, menerima kedatangan sahabat lamaku. Yogi, itulah panggilannya. Ia belajar di pesantren sekarang, dan dulunya ia adalah teman SD-ku. Lama ia terpaku menatapku dan akhirnya ia menanyakanku satu hal. "Nadia, kenapa kerudung kamu trasnparan? ". Aku merasa heran dan tak terima dengan pertanyaannya. Sejujurnya, aku merasa tersinggung. Setelah itu, ia menjelaskan banyak hal padaku mengenai kerudung. Ia berkata bahwa kerudung itu harus tebal, tak boleh membayangi rambut maupun leher.

Setelah bernostalgia tentang banyak hal, akhirnya ia pamit pulang. Tak berapa lama setelah kepergiannya, segera kudekati cermin besar yang terpajang di kamarku. Kulihat lagi kerudung yang menempel di kepalaku. Saat itu aku mengenakan kerudung segi empat yang bahannya memang lebih tipis dibanding kerudung siap jadi. Malu, itu yang tengah kurasakan. Mengapa harus seorang laki-laki yang menasehatiku mengenai perkala kerudung. Mengapa? Hari itu, aku seolah mendapat tamparan lembut yang benar-benar membuatku malu. Terimakasih karena telah memberitahuku. 

Keesokan harinya, segera kuminta mama membelikanku bahan yang lebih tebal untuk dijadikan kerudungku. Setelah itu, aku melangkah ke SMA dengan penuh senyum. Satu hal yang kulupakan, pandangan dari teman-temanku. Beberapa dari mereka merasa aku tak cocok dengan kerudung baru ini. Kerudung ini membuatku tampak tua dengan bahannya yang agak kaku karena tebal, membuatnya susah dibentuk. Aku yang asal-asalan, membuatnya semakin tak rapi. Walau demikian, aku tetap bertahan dengan kerudung ini. Setelah kau tahu sesuatu yang benar, maka sulit untukmu mengabaikannya. 

Waktu membuatku beranjak dewasa. Semakin kutahu kekurangan kerudungku, semakin kubenahi. Hari ini, kerudung itu kujulurkan lebih panjang hingga menutupi dada. Bukannya aku alim, masih banyak kekurangan yang kumiliki. Tapi salahkah aku jika menginginkan kedamaian? Kedamaian itu kudapati dari kerudung yang tebal dan lebar ini. Semakin panjang jilbabmu, semakin dalam tingkat pemahaman agamamu? Bukan, sama sekali bukan. Namun, disinilah kutemukan kedamaian itu. Disinilah aku merasa terjaga dan terlindungi dari tatapan-tatapan dari kaum adam. Salahkah aku mempertahankan sesuatu yang kurasa benar? Tentu saja tidak. 

Semenjak kuambil keputusan itu, banyak hal berubah. Mereka yang pada mulanya suka menggangguku mulai mendiamiku. Saat kumelewati sekumpulan laki-laki, mereka tak lagi menjadikanku lelucon. Mereka tampak menghargaiku, walau masih ada yang mencoba menarik perhatianku dengan assalamualaikum. Mereka yang pada awalnya dekat denganku, mulai mencoba menjaga jaraknya. Mereka telah mengerti dengan keputusanku. Terimakasih.

Semoga, rahasia kecilku memberikan pencerahan padamu. Jika hari ini kau masih belum memutuskan untuk berkerudung, pikirkanlah kembali. Kerudung itu bukanlah penjara, melainkan penjaga. Kerudung? I like it so much. :)

Komentar

Postingan Populer