Terimakasih Deva :)


Hari ini merupakan tonggak sejarah dalam hidupku. Sore ini, adalah agenda perdanaku untuk bekerja. Bekerja? Ya, bekerja. Sesuatu yang kau lakukan untuk mendapatkan kebahagiaan, yaitu uang dan kepuasan. Dan hari ini, aku benar-benar melakukannya. Aku pun tak percaya, namun inilah faktanya. Tuhan melemparkan sebuah kesempatan padamu. Kau harus menerimanya, sebab kesempatan tak akan datang untuk kedua kalinya pada pintu yang sama. 

Aku mendapat kesempatan untuk menemani belajar seorang adik, bernama Deva. Deva kelas tiga smp sekarang. Yap, benar-benar sebuah amanah yang menantang. Aku diantar menuju tempat kediaman Deva oleh abangku sore ini. Setibanya disana, aku berulangkali mengeluarkan keringat dingin. Pertanyaanku hanya satu, "Apakah ibu Deva akan menerimaku? ". Aku terus menenangkan diri berharap semua akan baik-baik saja. 

Tak lama kemudian, seorang wanita separuh baya menemui kami yang duduk di teras. Beliau melempar senyum pada kami. Ibu ini adalah Bu Diana, mamanya Deva. Lalu, abangku memperkenalkanku pada beliau. Tampak olehku keraguan di wajah beliau. Bu Diana beranggapan bahwa yang akan mengajari Deva adalah abangku, bukan aku.

Akhirnya, beliau mengalihkan pandangannya menatapku. Beliau menanyai daerah asal, jurusan, dan semester berapa aku. Keraguan tampak semakin jelas saat ia mendengar jurusan yang kudalami adalah kimia. Aku ditolak. Itulah kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Entah kenapa aku tetap tenang. Akhirnya aku angkat bicara. "Bu, hari ini biarkan saya ngajar anak Ibu. Nanti apapun keputusannya saya terima. Silakan Ibu sampaikan nanti pada abang saya." 

Ibu itu tersenyum menanggapi ucapanku. Baiklah, ujar Bu Diana. Abang pun meninggalkanku di rumah yang begitu asri ini. Tersenyum seolah menguatkanku. Aku dipanggil ke sebuah ruangan tua, namun begitu nyaman. Ada sebuah meja kayu disana. Tampak terawat walau sudah lama tak didiami. Aku memilih duduk pada salah satu kursi disana. Sudah lima menit aku menanti, Deva tak kunjung muncul. Kuintip dari balik pintu, ternyata Deva sedang mempersiapkan peralatan tulisnya. Kupanggil Deva, lalu ia pun mengikutiku duduk di kursi lainnya. 

Deva, seorang anak yang memiliki postur tinggi. Berkulit terang dan memiliki rambut ikal. Inilah murid pertamaku, ujarku. Bismillah. Sebelum mulai belajar, kutanyai Deva sampai mana pelajarannya di sekolah. Kemagnetan, ujar Deva. Aku pun menerangkan kembali terkait kemagnetan itu. 

Deva tidak memiliki papan tulis, aku pun mengeluarkan sebuah kertas putih dan menuliskan judul materi kami hari ini dengan spidol besar-besar. Kemagnetan. Deva kuminta membayangkan benda-benda yang berhubungan dengan magnet hingga akhirnya kami membahas soal. Di tengah pembelajaran, aku lihatkan padanya sebuah video terkait pembuatan paku menjadi magnet. Diam-diam, aku mengamati tatapan matanya. Berbinar, itulah tatapan yang kutangkap. Inilah alasan mengapa dosenku mengatakan media terbaik untuk mengajar adalah sesuatu yang nyata, misalnya video. 

Saat membahas soal, Deva mampu menjawab semua pertanyaan yang ada dengan opsi yang benar. Aku bahagia karena itu pertanda bahwa ia memahami materiku. Untuk pertemuan selanjutnya, aku ingin lebih baik lagi.

Saat aku beranjak untuk pulang, Deva memanggil ibunya. Bu Diana menghampiriku dan bertanya kapan aku bisa mengajar Deva lagi. Aku kaget sekaligus bahagia. Kurasa, Bu Diana mulai bisa menerimaku. Aku menyalami beliau dan melangkah pulang. Saat berbalik untuk mengunci pagar, tampak Deva mengikutiku dari belakang. Hei, kakak ndak usah diantar! Teriakku, sambil tertawa. Deva tersenyum malu dan berjalan mundur. Aku pun pulang, kuucapkan salam. Deva menjawab salamku.

Dalam perjalanan pulang, bibirku tak berhenti tersenyum. Ya Tuhan, aku benar-benar bahagia. Inikah cinta akan mengajar yang dikoar-koarkan dosenku selama ini? Intinya, aku akan terus belajar. 

Inilah dahsyatnya sebuah tekad bernama keyakinan. Yakinlah, bahwa kau mampu melaluinya. Tak masalah jika mereka meragukan kemampuanmu. Jangan setengah-setengah, berikan kemampuan terbaikmu. Ketika mereka terdiam, itulah saatnya kau tersenyum dan mengulurkan tanganmu pada mereka.

Deva, kita perjuangkan mimpimu bersama-sama, ya! Makasih udah mau nerima kehadiran kakak. Tak ada kata, selain bahagia, :)

Komentar

Postingan Populer