Back to School!


Hari ini aku mengikuti sebuah kegiatan training. Ya, training ini dijalankan dalam bentuk dunia sekolah. Bayangkan saja, kalian dipertemukan dari  fakultas dan jurusan yang berbeda. Tidak hanya itu, kalian diwajibkan memakai seragam hitam putih, tanpa pengecualian.  Setiap lokal dibina oleh seorang wali kelas yang masih muda dan menyenangkan. Hm, cukup mengesankan.

Sialnya, hari ini aku kembali bermasalah dengan kebiasaan burukku. ‘Terlambat’. Saat kutatap jam pada ponsel, waktu baru menunjukkan pukul 16.30 WIB. Memang telat, tapi kan baru telat sepuluh menit, gerutuku dalam hati. Tak hanya ditahan tak boleh masuk ruangan, aku pun diminta memisah dari teman-teman lainnya. Aku hanya menghela nafas panjang. Tak di kampus, disini pun aku masih menjadi biang masalah, suka bertingkah dengan sejuta ulah. Ya Allah, kapan aku bisa berubah? 

Tatapan galak dari sang kakak, membuatku kapok untuk berulah lagi. Maaf ya kakak, aku membuat hatimu bergemuruh. Setelah diberi peringatan dan sanksi, akhirnya pintu itu dibuka untukku. Welcome to new school, ujarku membahana di dalam hati. Seperti biasa, aku kebagian duduk di posisi paling belakang. Tak ada kemajuan.

Aku berhenti menggerutu dan mengamati teman-teman yang satu lokal denganku. Wajah asing semua, tak ada yang kukenal. Semua berpakaian hitam putih.  Bagi yang wanita, semuanya mengenakan jilbab hitam. Dalam ruangan yang ber-AC, aku pun mendengarkan penuturan wali kelasku. Wali kelas memperkenalkan pemateri hari ini. Hm, kira-kira seperti apa pemateri kali ini, pikirku. Tak terasa, waktu pun berlalu. Posisi wali kelas telah digantikan oleh seorang laki-laki, kira-kira berusia 30-an. Aku terperanjat, pada mulanya aku menyangka ia adalah salah satu teman sekelasku.

Beliau adalah salah seorang dosen teknik di kampusku. Cara mengajarnya benar-benar berbeda. Beliau menerangkan hakikat belajar dengan cara yang sederhana. Beliau menuturkan,

“Belajar itu adalah transformasi dari tidak tau menjadi tau. Asal kalian tahu, ketidaktauan itu adalah aib. Satu-satunya obat ketidaktauan adalah membaca. Maka bacalah buku sebanyak-banyaknya.  Dengarkan ini, Anda tak akan pernah didengar jika Anda tidak pintar. Jadilah orang pintar, tempat bertanya bagi orang lain. Bawa buku kemana-mana!”

Beliau juga mengajarkan pada kami tips membagi waktu. Buatlah target. Namun target tanpa disertai waktu pencapaian adalah mimpi belaka. Buatlah jadwal dengan terencana. Misalnya, belajar dari jam 7.15-8.15, shalat dhuha dari jam 08.15-08.30, dll. Dengan jadwal yang ketat, waktu tak akan terbuang.

Terkadang, kita dihadapkan pada kondisi yang membuat kita malas membaca. Paksakanlah. Seorang atheis, teman saya, berkata begini,   

“Jika kamu belajar karena dipaksakan, maka kelak kamu akan dibayar dari apa yang kamu baca”
 
"Nyatanya benar, jerih payah saya terbayarkan sekarang. Sekali berbicara dalam pelatihan, saya dibayar 20 juta. Saya tidak pintar, saya hanya ingin usaha saya melebihi orang rata-rata. Jika mereka kebanyakn belajar selama  4 jam, maka saya akan belajar dan membaca selam 8 jam satu hari. Di dalam tas ini, isinya buku semua."
 
"Bermimpilah yang besar. Saat kalian melewati terowongan panjang yang gelap, maka kalian akan menemui titik terang. Itu adalah ilustrasi dari harapan yang kalian bisikkan dalam setiap untaian doa. "

Bermimpilah yang besar, berusahalah melebihi rata-rata, tutup beliau. Ya Allah, materi ini hanya enam halaman. Namun enam halaman yang kucatat ini tak akan pernah kutukarkan dengan seonggok uang. Tak akan pernah. Ini adalah harta karun yang harus kujaga dan kulaksanakan seumur hidupku. Alhamdulillah, untuk ilmunya hari ini.
Terimakasih, Pak.

Komentar

Postingan Populer