Rintik Hujan dan Dirinya


Aku menyukai rintik hujan. Hei, itu bukan berarti aku juga menyukai lelaki hujan itu. Rintik hujan dan dia adalah dua hal yang berbeda. Aku merindukan melodi indah yang dilantunkan si rintik hujan. Begitu menentramkan. Tetapi lelaki hujan itu mengacaukan segalanya. Kehadirannya membuatku tak dapat menikmati semua kesenangan itu. Mengapa langit terlihat lebih mendung karena kedatanganmu? Lelaki hujan, menyingkirlah. Jangan pernah cari masalah dalam dunia imajinasiku.

Lelaki hujan, itulah nama yang kusematkan pada pemuda itu. Ia adalah tipikal pemuda yang tinggi, berkulit sawo matang, dengan rambutnya yang ikal kehitaman. Orangnya cukup tenang dan jarang tersenyum. Ya, ia benar-benar jarang tersenyum. Hanya sekali,  aku pernah melihatnya tersenyum. Kunamai lelaki hujan, karena amat jarang kuamati cahaya menyinari wajahnya. Murung dan diam adalah ekspresi yang sudah tersegel pada wajahnya.

Dua hari yang lalu, aku kembali melihatnya. Rintik hujan membasahi kota Padang. Kulihat ia berlindung di bawah atap parkiran. Tak ada yang berubah, ia masih lelaki hujan yang sama dengan lelaki hujan yang kutemui tiga bulan yang lalu. Tanpa ekspresi, sendirian dalam diam. Setiap kali menatapnya, awan mendung mengiringi hatiku. Tiba-tiba perasaan iba menyeruak dalam kegamangan. Ya, aku pernah melihat ekspresi itu dari orang yang berbeda. Seseorang yang amat berarti dalam pencapaian hidupku hingga hari ini. Mengapa ekspresi itu melekat erat di wajahnya. Siapa sebenarnya dia?

Lelaki hujan, adalah lelaki yang kutemui pada salah satu mata kuliah umum. Dalam kelas itu, mereka yang tak saling kenal dituntut mengenal satu sama lain. Saat itulah, aku mulai melihatnya, mengamati setiap tingkahnya dalam diam, tanpa sepengetahuannya. Mengapa? Karena ia benar-benar berbeda.
Siapakah dia? Tanya pada rumput yang bergoyang. ^_^
 
-Seulas cerita dari kawan lama-

Komentar

Postingan Populer