20 Tahun

Ah, rindu rasanya meluahkan segumpal rasa setumpuk asa pada blog kesayangan yang satu ini. Sahabat, apa kabar? Mudah-mudahan selalu dinaungi kedamaian dan dicurahkan kebahagiaan, dimana pun kalian berada.

Sudah lima belas hari berlalu semenjak ‘hari bersejarah’ itu terulang kembali. 31 Mei, hari kelahiranku, hari dimana Mama meregang nyawa untuk mempertahankan hidupku. Banyak hal terjadi yang belum sempat aku ceritakan pada hari istimewa itu. Tau kenapa? Aku terlampau malu untuk mengungkap semuanya, pada mereka, keluargaku, juga kalian ‘sahabat-sahabat terbaikku’. Mau tahu ceritanya? Yuk, baca basmalah dulu. Mudah-mudahan berkah, ya. 
 
Malam itu, aku terkapar diantara tumpukan buku-buku kimia organik. Benar-benar tak elegan. Tanpa mampu berbuat apa-apa, akhirnya aku terlelap dalam posisi ‘tak elegan’ itu. Apa boleh buat, dua hari lagi aku akan ujian semester. Peluru perang harus disiapkan jauh-jauh hari. Namun, lelah tak bisa ditolak, bukan? Sejujurnya, aku memejamkan mata diselipi perasaan harap-harap cemas. Kira-kira, apa yang akan terjadi besok? Ya Robbi, apa ‘mereka’ akan mengingatnya? Tepat pukul 00.00 WIB nanti, ‘hari itu’ akan terulang kembali. 31 Mei, hari biasa yang selalu kunantikan hadirnya dan kutunggu kejutannya. Aku takut, ‘mereka’ lupa. Seperti halnya mereka lupa tahun lalu.

Mata terpejam. Aku tak tahu sedang berada dimana sekarang. Benar-benar nyaman, karena tak ada yang kupikirkan. Tak ada masalah yang berarti disini. Dimana aku? Alam mimpikah? Ya, ini adalah alam mimpi. Aku berjalan menyusuri terowongan gelap, langkah demi langkah. Tak tahu sedang menuju kemana, kubiarkan kaki ini terus melangkah. Tiba-tiba, sesuatu terjadi. Seseorang dari belakang mengguncang-guncang tubuhku dengan kuat. Ada apa ini?! Tubuhku terus digucang sejadi-jadinya, mataku perlahan terbuka. Samar-samar, aku berusaha menangkap wajah seseorang. Dia berdiri tepat di sebelah kanan kepalaku. Kutatap lebih jelas. Ternyata, Marisa! 

“Nanad, nanad. Bangun!
“Nad, bangun! 
“Coba tebak, sekarang tanggal berapa?
“Nanad, bangun! 

Aku yang masih dalam kondisi setengah sadar, menggosok kedua mataku. Memastikan semua ini bukan bagian dari mimpi. Aku bangkit dari tidurku, daan, aku menemui ini. 

“Nanaaad, selamat ulang tahuun!  

Ya Allah, apa-apaan ini. Apa yang harus kulakukan? Aku malu! Benar-benar kehabisan akal harus berbuat apa dan harus berkata apa? Jangan perlakukan aku semanis itu, Sa! Aku maluu! >_< Ya Robbi, seperti inilah kelakuan teman sekamarku. Selalu berhasil membuatku tersanjung dan malu setengah mati. Tak pernah mengecewakan. Aku tak pernah menyangka Marisa menyiapkan semua ini untukku. Lihatlah kue yang disiapkannya, amat cantik dengan cahaya lilin yang memancarkan cahayanya. 

Aku merasa begitu istimewa dengan semua perlakuan yang ia berikan. Sa, makasih banyak, ya. Aku tak tahu harus bilang apa. Belum sempat aku mengucapkan kata sambutan terbaikku, kau memotongnya dengan kalimat “Nad, aku tarok hadiahmu di lemari.” Seketika, aku penasaran setengah mati. Sama sekali bukan karena hadiah yang kau siapkan. Sama sekali bukan. Aku hanya ingin membaca surat darimu. Sudah menjadi tradisi diantara kami, jika satu diantara kami berulang tahun, maka satu yang lainnya harus menyiapkan sepucuk surat berisikan kekurangan, kelebihan, dan rahasia yang harus dibeberkan sekali setahun. Menyenangkan? Tentu saja, kami kan kreatif :D  

Hanya saja, aku belum juga membuka lemari itu. Ya, inilah aku. Aku benar-benar gengsi jika ia tahu bahwa aku tak sabar membuka kado darinya itu. Jadilah akhirnya aku bersikap seelegan dan se-cool mungkin. Seolah aku tak tertarik. Satu jam telah berlalu, mata Marisa mulai sayu, dan pada akhirnya jatuh terlelap. Tanpa berlama-lama, aku perlahan mendekati lemari. Membuka lemari itu dan kutemukan tas kertas itu. Di dalamnya, kutemui sebuah gulungan karton raksasa. Segera saja, kubentang. Mataku terbelalak tak menyangka. 

Di karton itu, terpajang tulisan “Happy Birthday” yang ditempeli oleh kertas warna-warni. Selain itu, juga ada surat darinya. Kereen, pekikku kegirangan. Di balik karton itu, ternyata banyak tulisan. Ada pesan dan kesan dari teman-temanku tentang diriku. Ternyata Marisa mewawancarai sahabat-sahabatku dan menanyai pendapat mereka satu per satu tentang aku. Dan hebatnya, itu ia lakukan tanpa sepengetahuanku. Bagaimana bisa? Tak mampu berkata, I am so surprised because you, Sa. Sekali lagi makasih. Ndak tau harus ngomong apa. Kau selamanya temanku, saudaraku, juga kakak untukku. Terimakasih untuk satu tahun yang penuh warna di bawah atap kosan Nenek. Nadia sayang isa, lho.

Tengah malam lewat sedikit, tiba-tiba ponselku berdering. Ada pesan masuk. Kutatap namanya, wah, ternyata Warsi. Warsi, makasih banyak, ya. Disaat kusangka orang lain lupa, tapi kau malah mengingatnya. Tengah malam kau terjaga untuk mengirimkan sepucuk pesan indah itu untukku. Aku tahu kau lelah, amat lelah dengan segala kegiatanmu di Pulau Batam sana. Sebuah kebahagiaan tersendiri disaat sibuk ternyata kau masih ingat. Hei, kadonya mana? Aku tunggu kepulanganmu dari Batam dengan sekeranjang oleh-oleh, okey? Makasih ya Warsi, sahabatku, kakakku yang paling kuat. Nadia sayang aci, walaupun aku kurang perhatian orangnya.

Tengah malam itu juga, aku menunggu surat dari seseorang yang katanya mau ngirim surat lewat email. Jam satu malam pun berlalu, namun email yang kutunggu belum juga datang. Aku terus menunggu, hingga akhirnya kirimanmu itu datang. Tanpa ba-bi-bu, segera saja kubuka surat darimu. Tiga halaman, sepertinya kau sudah berusaha cukup keras, Fanny. Fanny yang anti menulis, Fanny yang anti membaca, akhirnya mengirimiku sepucuk surat yang cukup panjang. Sudah bisa kutebak isinya apa, bahkan sebelum sempat kubaca. Hahaha. Suatu saat, semuanya akan terungkap dengan indah kan, Fan. Semoga semua mimpi, harapan, dan untaian doa kita benar-benar terlaksana. Satu hal lagi yang bikin kadomu berkesan adalah foto yang mengikutsertakan teman-teman terbaikmu. Mereka tersenyum tulus sambil memegangi untaian namaku, Happy Birthday, Nadia-Minangi-Dasman. Makasih ya, Fani. Makasih sudah setia menjadi sahabat main, berkelahi, belajar, ketawa, juga menangis. Aku juga menyayangimu, lho. 

Setelah itu, aku terlelap. Kembali bermain dalam alam bawah sadarku. Senang rasanya terlelap, saat kau tahu, teman-teman mengingat ‘hari itu’. Menjelang shubuh, tiba-tiba ponsel kembali berdering. Ada pesan masuk. Itu dari Mama!  

Selamat ulang tahun kak iya. Mama bangga punya anak kayak iya. Mama sayang iya.  

Aku tersenyum haru mendapati sms dari Mama. Aku tipikal anak yang kaku dan dingin di rumah. Dalam keluargaku, aku tak biasa memeluk, mengecup pipi Mama, apalagi sampai melontarkan kata sayang. Tak pernah, karena aku ini benar-benar anak yang kaku. Untuk menutupi kekuranganku ini, aku berusaha keras mengucapkannya lewat sepotong sms. Begitu juga dengan Mama. Seperti inilah cara kami berkomunikasi. Ngomong langsung? Ah, aku terlampau malu. Mama adalah bidadari yang paling kusayangi di dunia ini, inshaa Allah berlanjut ke akhirat. Setiap harinya, tanpa kenal lelah, Mama selalu menelfonku, menanyakan kabarku. Setiap hari? Ya, setiap hari. Hingga rasanya walau jarak jauh memisahkan, namun Mama tetap dekat di hati. Tak pernah merasa ditinggal sendiri. Mama, makasih, ya. Iya sayang Mama. Amat menyayangi Mama.

Pagi harinya, bermunculan ucapan selamat di media social dari teman-teman. Ya Allah, benar-benar bahagia. Mereka menyempatkan diri mengucapkan ‘selamat’ di tengah banyaknya kesibukan yang menerpa. Makasih teman-temanku, sahabat-sahabatku. Aku menyayangi kalian. 

Sekitar pukul delapan, seseorang menelfonku. Itu Zaki, my handsome brother in the world! Haha, dengan nada asal-asalan, anak itu mengucapkan selamat padaku. Zaki ini, adik laki-lakiku. Usia kami hanya bertaut dua puluh tiga bulan sehingga ia tak memanggilku dengan sebutan kakak. Hanya dengan, “Nadia.” Terkadang, hal ini memicu kesalahpahaman banyak orang. Kami disangka pasangan, orang pacaran, dan sebagainya. Hei, wajah kami tak sediktpun mirip. Ia juga lebih tinggi 7 cm dibanding aku. Gimana orang ndak salah paham coba? Hehehe, makasih banyak, ya Ki. Ucapannya berasa, lho. Adikku ini amat perhatian. Ia tak akan beranjak dari tempat berdirinya sebelum aku pulang ke kost duluan. Maklumlah, karena kami adik kakak yang sama-sama doyan makan, kami pun kadang bepergian. Saat pisah, pasti aku ditungguinnya dapat mobil duluan. Hehe, kamu ternyata udah dewasa, Dik.

Tak lama setelah telfon darinya, aku mendapati lima potong sms dari sahabat tua yang kunantikan kata-katanya. Akhirnya, sms darinya tiba juga. Panjang, ya amat panjang. Sesuai keinginan dan harapanku. Yunita Amelia adalah namanya. Sahabatku semenjak smp, paling lama usia pertemanannya denganku. Tipikal wanita yang lembut dan keibuan. Banyak pesan darinya yang kumasukkan dalam daftar yang harus kubenahi. Uni, makasih banyak ucapan selamat dan nasehatnya. Kau lebih muda tiga hari dariku, tapi perangaimu seolah tiga tahun di atasku. Apa aku mampu mengejar semua ketinggalanku, Uni? Kau tengah berlari kencang, melaju, mendekati pintu syurga. Sedang aku, masih terpaku di tempat yang sama, melihatmu yang berlari semakin menjauh. Tetap bimbing aku yang rapuh ini, Uni. Jangan pernah tinggalkan aku. Doakan aku agar senantiasa istiqamah di jalan-Nya. Aku masih belum stabil, Un. Aku menyayangimu, dan tak akan pernah bosan untuk menyayangimu. 

Siang harinya, aku pergi ke kosan teman, bermaksud belajar bareng disana. Sesampainya di tempat itu, tak ada tanda-tanda mereka menyadari ‘hari istimewaku’. Sedikit kecewa, tapi tak apalah. Aku baik-baik saja. Saat itu, ada Fitra dan Juli disana. Aku berusaha bersikap biasa walau berat. Mereka lupa, itu hipotesisku. Saat ngobrol, tiba-tiba ada yang datang. Sepertinya ada suara Easy. Kutatap terus pintu, terus menebak siapa yang datang. Ternyata Easy datang mendekat sambil menyanyikan lagu “Happy Birthday”. Dia membawa kue yang ditaburi cahaya lilin. Masyaa Allah, amat cantik dan menawan. Segera saja teman-teman memintaku meniup lilin berbentuk angka 20 itu. Lagi-lagi, aku tak dapat berkata apapun. Terimakasih.  

Juli yang kusangka lupa, memberiku bingkisan kotak yang dibungkus rapi dengan koran. Di rumah, kubuka perlahan isinya. Wah, ternyata ada sebuah komik berisi sunnah Rasul. Juli, tipikal wanita yang amat pengertian. Saat marahku memuncak, ia sirami dengan senyuman dan nasehatnya yang menyejukkan. Dalam diam, ia selalu menjagaku bagai kakak, membelaku bagai ibu, dan menyayangiku sepenuh hati ibarat Saudara. Juli selalu member apa yang kubutuhkan, bukan apa yang kuinginkan. Makasih, ya Uli. Makasih juga buat sepucuk suratnya yang membuat hatiku bergetar. “Aku mencintai Nadia karena Allah. “ Deg. Aku pun demikian Uli. Doakan aku agar sanggup mencintaimu bukan karena apapun, melainkan hanya karena Allah. Tetap bimbing aku dalam kelembutanmu. 

Easy, beda lagi. Ia memberiku hadiah yang benar-benar kuinginkan, juga kubutuhkan. “Notes”. Kebetulan notesku udah habis, ji. Makasih, yaa. Easy juga tak lupa memberikan sepucuk surat untukku. Ya Allah, setiap kalimat yang kueja, benar-benar kurasakan tulusmu. Terimakasih sudah bersedia menyayangiku dan menjadi sahabat yang amat baik untukku, ji. Terimakasih karena sudah mau menjadi Ibu untukku, yang memarahiku jika salah. Terimakasih udah menjadi kakak untukku, yang membelaku jika yang lain menyakiti. Kau selalu membelaku mati-matian, makasih, ya ji. Makasih karena sudah menganggapku menjadi salah satu orang yang penting. Makasih karena sudah menerima keberadaanku. Aku pun menyayangimu, seperti kau menyayangiku. Tetaplah menjadi ‘tempat pulang’ untukku ji. 

Nah, yang terakhir, aku mengucapkan makasih banyak untuk adikku yang manis dan energik. Nur Afni. Secangkir susu yang kuminum mungkin akan selalu mengingatkanku padamu. Makasih ya, Anni. Kamu ndak nulis surat buatku, heh? Makasih ya Anni, udah mewarnai hidupku dengan tingkah lakumu yang kocak dan kurang elegan. Ssst, tenang. Aku menerimamu apa adanya kok. :0 Anni, aku menyayangimu. Sarangee. Mudah-mudahan kita tetap jadi sahabat yang baik untuk waktu yang panjang, oke? Hati-hati juga berkendara, oke? Oh ya, lebih eleganlah sikiit. 

Nah, satu lagi sahabatku yang tak boleh ketinggalan. Ermiati Harahap. Heei, kamu dengar aku kaan? Makasih banyak untuk ucapan selamatnya Ermi. Aku menyayangimu tanpa syarat. Bukankah jika kita telah menyayangi seseorang, semua criteria lenyap? Adakah alasan untuk menyayangi seseorang? Tidak. Aku menyayangimu. Semoga kita tetap langgeng jadi kakak adik, saudara, dan sahabat yang saling mengingatkan dan menguatkan. Ajarin aku organic lagi, ya, Mi. Oh ya, apa kabar UI sekarang? Semoga impianmu tercapai. Hohoho. 

Untuk ayaa, makasih banyak ucapan selamatnya. Hem, tetap keibuan yaa. Tetap bimbing dan arahkan nadia ke jalan yang baik ya, aya. Aku merindukanmu.
Tak lupa ucapan makasih banyak untuk kakak-kakakku tersayang, terbaik, dan terwaah lah pokoknya. Kak Helnita dan Kak Dede. Tetap bimbing dan kuatkan Nadia ya, Kakak. Aku amat menyayangi kakak berdua lhoo. Tetap jadi kakak yang kuat dan hebat untuk Nadia, ya Kak. Jangan pernah tinggalin Nadia sendiri, ya kak…   

Untuk sahabat paling tangguh, Eji! Makasih banyak udah bela-belain nelfon ji. Nadia sayang eji juga puja :)
Tahun ini, ‘hari itu’ pun berulang. Sungguh ajaib, tahun ini jauh lebih menakjubkan dari tahun-tahun sebelumnya. Ya Allah, berilah aku usia yang panjang lagi berberkah. Jadikanlah aku manusia yang dapat menebar banyak manfaat bagi orang lain. Kuatkanlah punggungku dalam memikul amanah dengan sebaik-baiknya. Sayangilah ‘mereka’ yang menyayangiku, ya Robbi. Mudahkan dan lapangkanlah hidup mereka. Eratkanlah ukhuwah diantara kami dan pertemukanlah kami kembali di syurgamu yang indah, ya Rahman.. Aamiin.

Komentar

Postingan Populer