Produk Gagal? Jangan Lagi!


Saat saya duduk di bangku SMA, seorang guru memberikan saya tugas menggambar peta. Tugas itu akan dikumpulkan minggu depan. Sesampainya saya di rumah, saya segera mengambil semua peralatan gambar dan mulai mengerjakannya. Dalam jangka waktu tiga hari, saya berhasil menyelesaikan kerangkanya. Sisanya, tinggal diwarnai dengan cat warna. Proses yang saya kira akan berjalan mulus, nyatanya tidak. Cat warna itu tumpah, mengenai bagian yang tak seharusnya. Bercaknya amat banyak, saya pun panik. Dua hari lagi tugas itu harus dikumpulkan. Apa yang saya lakukan? Tanpa pikir panjang, saya lalu membuat kerangka peta di halaman baru. Saya mengulang semua prosesnya, termasuk mewarnai. Ya, saya memutuskan untuk me-restart ulang semuanya dari nol. Lalu, apa yang saya lakukan pada peta pertama yang salah tadi? SAYA SILANG GAMBAR ITU BESAR-BESAR! Dua hari kemudian, sampailah pada saat pengumpulan tugas. Saya yakin akan mendapatkan nilai yang baik karena gambar saya cukup bagus. Namun, apa yang terjadi? Bu Guru memberi saya nilai C! Saya tatap lagi, ternyata nilai itu tak berubah, TETAP C! Saya bandingkan dengan gambar teman saya yang lain. Gambar mereka tak lebih bagus dari gambar saya, mengapa mereka dapat B?

Ternyata, jawabannya baru saya ketahui setelahnya. Salah satu teman saya menghampiri tempat duduk saya dan melihat gambar saya. "Kamu mengulangnya? Pantas saja kamu dapat nilai C. Si Endah melakukan hal yang sama, dan nilainya sama denganmu, Nadia!
Saya terdiam. Ternyata yang dinilai Bu Guru bukanlah hasil kerja kami, melainkan KARAKTER KAMI! Pekerjaan merombak ulang sesuatu itu bukanlah sikap yang baik. Saat tanaman tidak tumbuh dengan baik, haruskah kita mencabut sampai ke akar-akarnya? Tidak, tapi pangkaslah daun-daunnya yang layu dan sirami dengan baik.

Seringkali saya merasa bahwa saya ini adalah produk gagal. Ya, gagal dalam hal apapun dan kapanpun. Makanya, saat saya berkumpul dalam sebuah pertemuan, saya hanya diam. Sibuk menyalahkan diri, menghakimi diri, bahkan tak jarang saya menjadikan orang lain sebagai kambing hitam atas apa yang saya alami. Ingin rasanya saya merestart ulang kehidupan saya.

Saya tak tahu mengapa pemikiran seperti ini sering menghinggapi diri saya. Apakah saya labil? Apakah menahan diri begitu rumit? Mengapa saya sering menyalahkan orang lain? Mengapa saya tak coba untuk menyalahkan diri sendiri terlebih dahulu, introspeksi, menerka kira-kira akar permasalahannya dimana.

Saya tau jawabannya sekarang. Sesuatu tak akan berubah jika kamu tak mengubahnya! Ya, Tuhan tak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga ia mengubah dirinya sendiri. Berarti, apa yang harus saya benahi? Ya, saya yang harus berubah terlebih dahulu. Tak perlu merestart ulang kehidupan, kamu hanya perlu membenahi semuanya sedikit demi sedikit.

Jika semangat teman-teman sudah melemah, maka kamu harus menjadi matahari yang siap menyibak kelemahan. Jika teman-teman mulai jenuh, kamu harus menjadi air segar yang menyirami kegersangan. Dan bahkan jika KAMU SENDIRI SUDAH CAPEK DENGAN SEMUA YANG ADA, MAKA DEKATKAN DIRI PADA TUHAN AGAR DIBERIKAN KEKUATAN! JANGAN PERNAH BERPIKIR UNTUK KELUAR ATAU BERHENTI DARI AMANAH YANG KAMU JALANI SAAT INI!

Jika tak ada bahu tempat bersandar, maka masih ada lantai tempat bersujud. Curhat semuanya pada Allah di sepertiga malammu. Kamu boleh nangis, tapi kamu tak boleh nyerah!

Produk gagal? Jangan lagi. Allah tak pernah menciptakan sesuatu sia-sia. Semua ada tujuannya, termasuk penciptaan KAMU! Jangan pernah merasa diri tak berguna. Kamu itu berharga. Kehadiran kamu untuk menebar manfaat pada sebanyak-banyak ummat. Yuk lakukan apa yang bisa kita lakukan, sekecil apapun itu. Selagi jantung masih berdetak, SEMUA BISA DIBENAHI, SEMUA BISA DIBETULKAN. JANGAN PERNAH BERPIKIR UNTUK ME-RESTART KEHIDUPAN! BENAHI YANG ADA, SEKARANG!

Komentar

  1. Keren nadia. Ketika semua orang sudah mulai lelah dan menyerah, kita tidak blh ikut2n. Kl kita bekerja karena Allah, maka lelah itu tidak akan terasa. Lelah itu akan diganti dg kebahagiaan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer