Tamu Tak Diundang, Gempa Padang


Hari ini, tamu tak diundang kembali bertandang. Sama sekali tak pernah kami inginkan bahkan harapkan kehadirannya. Apalah daya, kita hanyalah tuan rumah yang tak tau hendak berbuat apa, tanpa ada kuasa untuk menolak kedatangannya. Kau tau, ia datang mendadak. Membuat kami berhamburan ke luar rumah saat mendengar derap langkahnya mendekat. Tak ada waktu, ya, sama sekali tak ada waktu untuk bersembunyi apalagi menyelamatkan diri. Ia terus mendekat. Suara desahan nafas sudah tak beraturan. Kupegang jemari sahabatku, Easy erat-erat. Ya, tak ada orang lain lagi disini. Semua sudah berlari bahkan sebelum mereka tau bahwa tamu itu adalah ancaman. Disini tinggallah kami. Ya, dua gadis tanpa arah dan tujuan yang pasti. Keringat bercucuran. Apakah masih ada hari esok? Aku tak yakin, namun masih menyimpan harap. Inikah rasanya saat gempa menerjang? Inikah petaka empat tahun silam? Pekikan inikah yang terdengar saat isu tsunami berkumandang?


Kaki masih terus melangkah. Kupegang jemari Easy erat-erat. Tak ada orang lain disini. Semua orang berhamburan dari rumahnya masing-masing dengan tas yang mereka punggungi. Ponsel bersahut-sahutan pertanda keluarga mulai mencemaskan keadaan anak-anaknya. Inikah yang terjadi?

Apa yang dapat kami lakukan? Inikah hari terakhir kami, apakah masa depan akan berakhir disini? Kalimat itu terus terngiang-ngiang di benakku. Apakah aku akan mati disini sebelum mampu berbuat banyak, sebelum ibadah pun baik? Tragedi, ini tragedi! Teriakan itu berulang-ulang menggema.

Akhirnya kami berjalan tergesa ke arah masjid Al-Azhar. Pegangan kami makin erat, suara desahan nafas tertahan. Berulangkali ponselku berdering. Mama pasti cemas, namun kukatakan pada beliau bahwa kami baik-baik saja.. Bantu doanya, Ma..
Malam ini, walau isu tsunami sudah dicabut, kami putuskan untuk menginap di Masjid. Supaya aman jika ada aba-aba peringatan nanti. Sahabat, dimanapun berada, mohon doanya untuk kami di Padang dan sahabat-sahabat kita di Mentawai.
Takut? Bohong jika kukatakan tidak. Bahkan kaki sempat tergetar hebat. Namun yakinlah, ajal pasti akan datang suatu hari nanti.
Apa yang bisa kukatakan hari ini?

Ini adalah satu hari yang hebat, dimana aku bisa menyaksikan semua orang ketakutan, semua orang berhamburan. Semua barang berharga ditinggalkan, rumah yang nyaman dibiarkan. Ya, hanya bawa baju di badan. Bukankah kematian begitu dekat? Masihkah kita mengeluh? Masihkah kita bisa tertawa terpingkal-pingkal? Masihkah kita baper-baperan? Tidak, sama sekali tidak.

Manusia amat lemah. Tak ada yang bisa mereka lakukan saat terancam. Kalaupun mereka berbuat sesuatu untuk mencegahnya, tidak kata Tuhan, ya tetap tidak.
Hari ini, Tuhan selamatkan kami dari tamu tak diundang itu. Semoga besok dan besoknya lagi juga demikian. Biarlah malam ini kami tidur di pelataran Masjid, menatap langit malam bersama-sama. 

Mati itu pasti. Jadikan gempa sebagai pengingat, barangkali kita banyak berbuat kesalahan tanpa sadar. Barangkali kita lengah, barangkali kita banyak berulah... Tak jarang kuamati seorang Ibu, Bapak, dan anak duduk bertiga di pinggiran Masjid. Melamun, hening, siap siaga barangkali terjadi sesuatu. Biarlah. Biarlah demikian. Semoga mimpi buruk itu berakhir malam ini. Cukup malam ini. Ya Allah, lindungilah kami dan masa depan kami. Lindungi sahabat-sahabat kami dimana pun mereka berada. Lindungi keluarga-keluarga kami dimana pun mereka sekarang..

Hari ini menakutkan, namun banyak hikmah terpendam. Ya, hari esok harus lebih baik, dan semoga hari esok masih ada. Mungkin hanya itu. Terimakasih sudah membaca. Semoga bermanfaat. Semoga, tamu tak diundang itu tak lagi mengetok pintu rumah kami. Ya, jangan lagi. Pergilah, lenyaplah. Kami masih takut, teramat takut.

Komentar

Postingan Populer