Namanya Adit


Hari ini, saya dan rekan-rekan Acikita mengadakan rapat di belakang Masjid Al-Azhar terkait agenda yang akan kami angkatkan dalam waktu dekat. Disana ada Bang Tomi, Bang Rully, Bang Taufiq, Bang Alfin, Kak Titin, dan Puja. Kami duduk melingkar di atas rerumputan. Seperti biasa, saya harus menghadapi ulah beliau-beliau yang bermacam-macam, tapi tak apalah, saya menerima mereka apa adanya. Sungguh. Ada rasa hangat di dalam lingkaran ini yang tak dapat didefinisikan oleh sekedar kata. 

Di tengah agenda rapat, saya mendengar suara anak laki-laki sedang meneriaki anak laki-laki lainnya dengan keras. Segera saja pandangan kami menyusuri arah suara. Tampaklah oleh saya seorang anak laki-laki dengan pakaian lusuh memunguti botol dan plastik bekas di pekarangan Masjid. Saya rasa, laki-laki lain yang diteriakinya itu adalah sang adik. Suara anak laki-laki itu sudah sampai serak memanggil sang adik, apa yang dilakukan sang adik? Menjauh dan mengabaikannya. 

Kami kembali sibuk membicarakan agenda yang akan diangkatkan. Namun, tiba-tiba dua anak lelaki itu bertengkar hebat tak jauh jaraknya dari kami. Terdengar suara pukulan yang keras! Puja langsung saja berdiri, berlari mendekati dua kakak beradik itu. Apa yang bisa saya lakukan? Diam, tak mampu melakukan apapun. Ya, betapa kesalnya saya yang tak mampu melakukan apapun, hanya memandang dari kejauhan. Suara dua anak lelaki itu makin keras. Ingin mendekatinya, namun ternyata Puja sudah kembali ke lingkaran kami. Si adik laki-laki sudah lari, tinggallah sang kakak seorang diri. Saya tetap memandangi sang kakak. Apa yang dia lakukan? Di balik semak, dia intip adiknya diam-diam. Berulangkali hal itu ia lakukan. Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah ia tadi marah dan memukuli adiknya? Saya diam-diam tersenyum. Ternyata sang kakak perhatian juga.

Adzan magrib berkumandang, pertanda setiap hamba kembali menuju panggilan Tuhannya. Selagi abang, kakak, dan Puja berbuka puasa, saya pergi duluan. Saya menghampiri sang kakak yang masih terus memunguti botol dan plastik bekas tersebut.

"Adik, kenapa adik tadi marah-marah sama adiknya?
"Bukan maksudku marah, Kak. Dia selalu saja berkata kotor pada Amak.
"Itu adik kandung kamu, Dik?
"Iya, Kak.
"Sayangi adiknya, ya Dik.
"Kak, aku sayang sama dia, Kak! Sayang! Tapi bagaimana, Kak. Dari dulu dia kumanjain, makanya dia kayak gitu. Aku ndak suka kak, dia bicara kasar sama Amak.
Saya terdiam, amat lama. Siapakah diantara kami yang sebenarnya dewasa, dia ataukah saya?
"Siapa namanya, adik?
"Adit, kak.
"Kakak tau kamu orangnya amat penyayang. Tadi kamu ngintip adik kamu diam-diam kan? Diam-diam, kamu perhatian, ya.
Si Adit menoleh ke arah saya, akhirnya dia tersenyum.
"Kelas berapa sekarang?
"Udah ndak sekolah, Kak.
"Umurnya berapa, Adit?
"Aku udah ndak ingat, kak, ucapnya tersipu malu.

Setelah lama terdiam, akhirnya saya membuat sebuah kontrak besar dengan Adit. Kontrak yang tak ada artinya di hadapan manusia, namun Allah adalah saksi semua perkara. Dia tersenyum. Ah, betapa bahagia hati ini saat melihat adik-adik kecil itu tersenyum. Adik-adik yang terkadang cara berpikirnya melampaui mahasiswa, adik-adik yang santunnya itu tak terhingga.
Adzan terus berkumandang, shalat magrib akan segera dimulai.
"Adit, shalat yuk, Dit!
"Aku ndak shalat, Kak. Aku bukan orang Islam, jawabnya pelan.

Saya meninggalkannya. Apa yang terjadi? Hati saya bergetar hebat. Untuk kesekian kalinya Allah mempertemukan saya dengan adik kecil yang luar biasa, namun tak seiman. Ah, tak seiman. Jangan sebut itu lagi. Bagaimana pun, saya menganggapnya adik yang luar biasa. Apa yang dilakukannya, bagaimana sikapnya, sungguh menjadikan mahasiswa manapun terbungkam. Apa lagi yang dikeluhkan? Lihat, mereka tak pernah bilang lelah. Mereka tak pernah menuntut apapun. Jadi apa susahnya belajar? Jangan banyak mengeluh! Kita ini mahasiswa! Bijaklah! Dewasalah! Bersyukurlah!

Semoga kelak Adit menjadi orang hebat yang jujur, pekerja keras, dan suka menolong sesama. Aamiin, aamiin, aamiin. Ya Allah, bantu hamba belajar banyak lagi ya Allah, lebih banyak lagi.

Komentar

Postingan Populer