Bu Zona

Setelah lama tak menulis di blog, tiba-tiba kefrontalan saya menjadi-jadi. Ah, memang diri ini hanya bisa stabil jika menulis. Hari ini, sekitar pukul 09.30 WIB, pintu kamar terbuka. Nenek meminta saya ke kampus untuk menyelesaikan 'misi besar' itu. Ya Allah, benar, saya harus ke kampus. Setelah berkemas beberapa lama, akhirnya saya siap berangkat memperjuangkan misi besar itu. 

Di kampus, bahagianya bukan main bisa berjumpa dengan dosen-dosen yang begitu saya panuti. Ada kehangatan yang menjalar saat berdialog barang sebentar dengan beliau, guru-guru besar yang tak pernah berhenti untuk belajar. Dosen saya pernah bilang bahwa 70% lingkungan amat mempengaruhi cara berpikir manusia, termasuk siapa teman berbincangnya. Aduhai, sebuah nikmat yang luar biasa saat bisa berbincang dengan Pak Dosen dan Bu Dosen, yang selalu bikin hati ini berdecak kagum. 

Entah kenapa akhir-akhir ini saya amat menyukai perpustakaan. Saya bisa menemukan banyak buku dan teman diskusi yang menyenangkan di tempat ini. Kenapa tak dari dulu saya rajin mengunjungi gudang ilmu ini? Beberapa buku yang dibutuhkan, sudah saya pinjam. Saya kembali mengunjungi ruang kerja dosen, untuk memastikan apakah dosen PA saya ada atau tidak. Saya melangkah mendekati ruangan-ruangan dosen yang berjajar di lorong itu. Ah, ternyata Dosen PA saya tak ada disana. Saat melintasi lorong, saya melihat Ibu Zona, dosen muda yang sangat saya kagumi kredibilitasnya. Saya menyapa dan menyalami beliau.
"Nadia ngapain?
"Lagi nyari Buk El, Bu. Tapi sepertinya Ibu belum datang.

Saya edarkan pandangan saya ke ruangan putih berukuran 6 x 5 meter itu. Ah, saya melihat sesuatu! Ada stick note-stick note kecil yang ditempel tak jauh dari meja kerja Bu Zona.
"Ibu juga hobi nempelin stick note ya, Bu?
"Nadia, Ibu harus fokus pada satu hal setiap mengerjakan sesuatu. Jika ditulis seperti ini, akhirnya kita tahu mana yang prioritas. Tapi, Ibu masih belajar, kadang masih susah juga bagi waktu.

Saya suka dengan Bu Zona. Usianya relatif muda dan supel pada semua orang. Saat kami masih liburan, Ibu sudah sibuk dengan laptop di ruang kerjanya. Belum lagi stick note itu, ah, itu satu dari kebiasaan baiknya 'orang-orang besar'.
"Nadia, Ibu harus mengangsurnya pekerjaan itu dari sekarang. Nanti, pekerjaan lain akan datang, takutnya nanti menumpuk.

Setelah itu, saya berdiskusi dengan Ibu mengenai masalah pembelajaran kimia. Diskusi berlangsung seru karena saya langsung diskusi dengan ahlinya bidang pendidikan.
"Ibu, kenapa Ibu tau perkembangan terbaru seperti itu?
"Banyak baca aja, Nadia. Ibu biasanya suka baca jurnal-jurnal.

Saya terdiam. Ah, malunya. Setiap detik digunakan Ibu untuk hal yang begitu produktif. Sedangkan saya? Hei Nadia, dosen yang ilmunya sudah begitu banyak, masih begitu gigih dalam belajar. Lalu, kamu mahasiswa yang tak tau apapun, berani-beraninya bermalas-malasan. Jeritan hati itu menampar saya berkali-kali. Mulai detik ini, tak boleh ada waktu yang terbuang. Setelah berbincang panjang lebar dengan Ibu, saya mohon pamit dan dalam perjalanan pulang, saya merenung.

"Setelah ini, kamu hendak jadi apa? Mau kemana? Ingin rasanya seperti Bu Zona yang lanjut kuliah dan terus belajar walau telah berkeluarga. Iya, belajar itu sepanjang hayat, jangan pernah berhenti. Nadia, kamu harus terus belajar, selagi bisa, selagi Allah mengkehendaki. Bagaimana mungkin kamu bisa menebar manfaat pada orang banyak saat kamu hanya tau sedikit. Bidang akademik. Ya, akademik. Kata 'akademik' terus terngiang. Berarti, saya harus merombak rencana masa depan saya. Bismillah. Salam Mahasiswa!

Komentar

Postingan Populer