Menikah Itu Tak Mudah

Menikah itu tak mudah. Saat seorang lelaki tawarkan niat baiknya padamu, disanalah hati diberi kesempatan untuk memilih. Menerima, bahkan menolak. Detik itu juga, kamu butuh istikharah. Jangan pernah lupa untuk libatkan Allah dalam setiap penggal urusanmu.

Inilah cerita yang saya dapati dari Eliana, sahabat dekat saya. Ia sedang menanti hari untuk pernikahannya. Tak lama, tinggal tiga bulan lagi ia akan menikah dengan seorang laki-laki yang telah istikharahi dan yakini. Seseorang yang membuatnya mantap untuk menikah di usianya yang terbilang muda, 22 tahun. Maka bacalah kisahnya ini dengan perlahan, semoga ada pelajaran yang bisa kita ambil untuk masa depan.

"Nadia, aku udah yakin milih dia. Tapi entah kenapa, tiga bulan menjelang pernikahan kami, banyak hal tak terduga bermunculan."

Setelah lama tak berjumpa, hari ini saya lihat Eliana lebih banyak berbicara. Saya paham, wanita hanya butuh didengarkan. Maka saya terus saja menatapnya dengan sayang. Ah, setelah akan menikah, dia masih saja kekanakan. Iya, kekanakan yang hanya ia tampakkan pada saya, sahabat kecilnya.

"Nadia, kamu tau? Tiga bulan menjelang pernikahan, tiba-tiba ada beberapa lelaki yang bermunculan menawarkan niat yang senada padaku. Laki-laki yang tak pernah kuduga hadirnya tiba-tiba datang ke rumah dan menyampaikan hal yang serupa."

Inilah ujian, perihal yakin tidaknya kamu pada seseorang yang sudah kamu pilih. Allah akan hadirkan beberapa orang yang kelihatannya lebih baik untuk mengujimu, Eliana. Seberapa mantap kamu terhadap pilihanmu, atau seberapa goyahnya kamu terhadap keputusanmu.

"Nadia, inshaa Allah, pilihanku tak bakal berubah semudah itu. Aku memilihnya karena Allah. Karena dia adalah jawaban dari istikharahku. Maka, saat beberapa orang yang tidak mengetahui perihal telah ada seseorang yang kuterima khitbahnya, kutolak dengan halus."

Inilah Eliana. Wanita cerdas yang selalu kokoh dengan keputusan yang telah diambilnya. Memang, menikah itu tak mudah. Berkali-kali, ada saja yang akan mencoba untuk membuat hati itu goyah. Kuatlah dengan komitmen kita karena Allah.

"Sekarang, giliranku yang bertanya padamu, El. Apa alasanmu memilihnya?"

Senyum Eliana langsung mengambang. Menawan sekali. Pipinya memerah, namun bibirnya mengulum senyum.

"Ketika ada seorang lelaki yang datang, bahkan disaat kita belum menjadi siapa-siapa dan punya apa-apa, bukankah itu mengesankan? Ketika ada seorang laki-laki yang begitu menyayangi ibu dan adik perempuannya datang, meminta kita menjadi istrinya, bukankah itu pertanda ia juga akan menyayangi kita dengan baik nantinya? Ketika ada seorang laki-laki, yang begitu gigih dalam berjuang, betapa keras hatinya untuk terus belajar dan membaikkan diri, bukankah itu kriteria yang lebih dari cukup untuk menjadi seorang ayah? Lebih dari itu, apa yang ada padanya, tidak ada padaku. Kami, saling melengkapi. Inshaa Allah."

Saya tercekat lama sekali. Bisa saya bayangkan seseorang yang telah datang pada sahabat saya ini hanya dari ucapannya. Tentu dia pribadi yang baik sekali. Ah, andai lelaki itu tau bahwa ia sangat beruntung berhasil mendapatkan hatinya Eliana. Wanita yang sulit jatuh hati pada sembarang lelaki. Mendekatinya saja, sungguh butuh perjuangan. Ia hanya mau didekati dengan cara yang baik. Satu-satunya cara adalah dengan menemui ayah ibunya langsung.

"Nadia, pernikahan tinggal tiga bulan lagi. Entah kenapa, akhir-akhir ini aku merasa takut sekali. Takut tak bisa mengimbangi kebaikan yang ada pada dirinya. Takut tak bisa menjadi istri yang baik untuknya. Banyak hal yang belum bisa kukerjakan dengan baik. Ya Tuhan, apa lagi yang harus kulakukan?"

Saya hanya tersenyum, kemudian memeluknya dengan erat. Eliana, jangan cemaskan apapun. Jangan gentar, jangan takut.Yakinlah pada dirimu sendiri. Kamu hanya perlu baikkan diri setiap saat. Belajar apapun yang bisa kamu pelajari. Lalu, serahkan keputusan sama Allah.

"Nadia, apa aku baik-baik saja setelah menikah nanti? Apa kami bisa menyelesaikan semua masalah tanpa amarah? Belum lagi mendengarkan omongan orang lain tentang pernikahan kami nantinya. Apa aku akan kuat?"

Selama kamu dan dia libatkan Allah, maka yakinlah, kalian akan baik-baik saja. Tak perlu lagi amarah untuk menyelesaikan masalah. Perekat terbaik antara suami istri adalah agama. Maka selagi agama di hati, tak ada yang mampu menyakiti. Mengenai omongan orang lain, tak usah didengarkan jika itu tak baik, namun dengarkan, jika itu baik. Karena ini adalah hidup kita. Kitalah aktornya, dan mereka adalah komentatornya. Sungguh, kita tak perlu 'filter'. Ini hidup kalian Eliana, mereka tau apa? Kuatlah.

Mata Eliana basah. Iya, menikah itu tak mudah. Namun yakinlah ada berkah di baliknya, ada hikmah dalam setiap untai ceritanya.

Eliana mendekap saya. Nadia, doakan aku, ya. Doakan aku.

Mudahkanlah urusan Eliana dan calon suami ya Allah. Jadikanlah mereka pasangan sehidup sesurga. Yang dengan bersamanya, surga terasa lebih dekat.

Ah, menikah itu memang tak mudah. Tapi menikah, bernilai ibadah. Bagi siapa saja yang telah siap, segerakanlah.


Komentar

Postingan Populer