Saya Nyesel Nikah Muda


Ini adalah ungkapan hati yang tertahan setelah menjalani yang namanya proses khitbah hingga pernikahan. Alhamdulillah 'ala kulli hal, Allah izinkan saya dan suami untuk menikah pada tanggal 21 April 2018 dikala usia saya baru menginjak 22 tahun 11 bulan. :) Masih muda, ya. Disaat yang sama, usia suami baru menginjak 25 tahun. Namun dalam postingan kali ini, yang ingin saya bahas adalah bagian dimana pada akhirnya saya menyesal telah memutuskan untuk menikah di usia muda.

Tulisan ini tak seharusnya diposting, hanya saja saya berharap siapa saja yang membaca postingan ini tidak melakukan kesalahan yang serupa. Berharap kehidupan mereka damai sentosa dengan apapun pilihan hidupnya nanti.

Saya pertama jumpa suami di sebuah organisasi bernama Acikita Padang pada Desember 2015. Allah satukan kami dalam sebuah divisi bernama Kaderisasi. Beliaulah ketuanya, dan saya sekretarisnya. Kemudian, Allah pisahkan kami dua tahun lamanya di tempat yang tak lagi sama. Dan yang tak pernah kami sangka, Allah justru perkenankan kami menjadi pasangan suami istri pada April 2018. Ah, nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Saya dan suami yang terbiasa rapat tiap minggunya untuk program Acikita, ternyata hingga detik ini tetap terperangkap dalam rapat untuk menjalani program seumur hidup (baca: pernikahan).

Jujur, saya nyesel nikah muda. Sahur ada yang nemenin, belanja ada yang bawain, masakan ada yang makanin, shalat dan shaum bisa bareng2. Iya, saya nyesel nikah muda. Kenapa ya ga lebih mudaan lagi saya nikahnya kalau tau segini bahagianya hidup berdua.
Hehe.
Seringkali beberapa sahabat menanyakan masalah ini. "Kenapa sih kamu bisa tiba-tiba memutuskan untuk menikah di usia muda? Padahal ya, kamu masih bisa lanjut studi, bisa kerja, pokoknya bahagiain orang tua."
Terus juga ada pertanyaan spt ini. "Gimana bisa kamu yakin sama orangnya. Terus, kamu begitu aja nerima khitbahnya?".
Keputusan menikah, itu jelas ga mudah. Apalagi di usia yang belum genap 23 tahun. Bagi orang-orang, ini usia emas. Masa untuk gila-gilaan menuntut ilmu dan mencapai impian. Sebuah kesempatan untuk dekat dengan keluarga dan kumpul dengan temen2. Gimana bisa kita korbanin semuanya hanya karena menikah?

Maka hari ini saya ingin sharing sedikit. Semoga ada sesuatu yang bisa temen2 ambil baiknya, buang buruknya.

Sejujurnya, ketika saya masih tingkat 2, saya udah punya ide gila untuk nikah muda. Bahkan saya targetin kalau saya udah harus menikah di usia 23 tahun. Entah sama siapa, saya juga bingung. Pokoknya usia 23 udah nikah, itu impian saya.

Alasannya sederhana. Saya pernah baca sebuah blog pengajar Gontor bernama Ma'mun Affany. Dalam web-nya, seorang mahasiswa bertanya padanya. "Pak, kami ingin dewasa. Apa hal yang bisa membuat kami dewasa?". Maka Ma'mun Affany menjawab, "Menikahlah. Dalam pernikahan, akan banyak hal yang akan membuatmu dewasa." Silakan kunjungi affany.net kalau mau baca lebih banyak. :)

Jika memutuskan untuk menikah, maka ya beberapa hal harus dikorbanin. Seperti halnya lanjut studi dan mungkin bagi saya pribadi juga termasuk di dalamnya kerja di luar rumah. Mungkin bisa ya sekali jalan. Tapi saya pribadi masih menimbang beberapa hal. Dan tentunya kita masih dalam proses adaptasi jadi istri.

Untuk kerja, alhamdulillah saya udah nyicip sebentar. Jadi mulai tingkat 2 perkuliahan, saya udah mulai ngajar. Ini salah satu strategi untuk ngeyakinin orang tua kalau kita udah bisa mandiri. Memang orang tua mulanya kurang setuju. Tapi adalah tugas kita untuk buktiin walau kerja, IPK juga bisa nanjak. 😁

Terus, gimana cara bahagiain ortu? Cara bahagiain orang tua salah satunya ya di hari gajian. 😁 Nah, pas gajian, jalan2lah ke pasar. Beliin baju buat mama, bapak, adik2. Pas pulkam, tinggalin dalam bentuk kado di atas kasur. Di jalan balik ke Padang, ujung2nya mama akan nelfon sambil nangis, terharu.

Cara bahagiain ortu kedua, ayuk cari pasangan yang keliatannya bisa sayang sama orang tua kita. Ia nganggap orang tua kita adalah orang tuanya. Dan punya prinsip bahwa kita punya 4 orang tua yang harus kita bahagiakan. Dan banyak cara lainnya untuk bahagiain ortu. Jadi nikah, juga satu dr byk cara bahagiain ortu.

Trus, gimana saya bisa yakin sama orangnya? Keliatannya memang prosesnya instan, ya. Karena banyak temen yang taunya saat nerima undangan aja. Prosesnya panjang, sebenernya. Mulai dari istikhorohnya, minta restu keluarga, kemantapan untuk menikah, kesiapan untuk membina keluarga, jalinan antar dua keluarga yang tentunya punya perbedaan yg indah.

Tapi kuncinya, tanyakan sama Allah. Kakak malah nyaranin, istikhorohi berkali2. Mamak juga bilang, dalam istikhoroh, kamu harus pinggirkan masalah perasaan. Tanya pada Allah sebener2nya. Karena pernikahan yg kita harapkan hanya sekali, dan tak akan terulang lagi. Minta yg terbaik sm Allah.

Hingga setelah kita istikhorohi berkali2, muncul kemantapan dan tiba2 semua urusan dimudahkan. Tentunya ada bbrp ujian kecil menjelang pernikahan, karena setan paling tak suka dg yg namanya pernikahan dua insan. Maka, kuatlah, bertahanlah.

Setelah byk proses, finally, Rully Arifin jadi suami saya sekarang. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Allah yang paling tau siapa yg terbaik buat hamba-Nya. Maka libatkan Allah dalam urusan perasaan sekalipun.

Pilihan di tangan kita. Mau lanjut studi, kerja, bahkan menikah, semua sama baiknya. Namun tentu, kita punya prioritas masing2. Berani memulai, berani mengakhiri. Syukuri jalan yang udah kita tempuh. Selesaikan sampai akhir. Jangan ngeluh. Jangan nyerah. Jangan kalah. Sungguh, wanita adalah makhluk yang kuat. Bahkan ia sendiri tak tau berapa energi raksasa yang ia punya.

Pada akhirnya, saya cuma mau bilang, saya nyesel nikah muda. Kenapa ga dari dulu coba? Hehe. Bahagialah menjadi wanita. Bahagialah. Lalu, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?

Komentar

Postingan Populer