Ibu Rumah Tangga, Bosan Tidak?
Menikah itu tak mudah, dan ternyata
prakteknya tak semudah mengucapkannya. Sebelum menikah, suami pernah nanya, “Apa
rencana Nadia setelah menikah nanti?”. Dan ketika itu, saya lugas menjawab, “Saya
pengen di rumah aja, bantu Uda mewujudkan semua yang menjadi mimpinya Uda”. Tak
ada rasa ragu sedikitpun saat menyampaikannya. Namun hari ini, tiga bulan sudah
kami menikah. Ternyata, betapa besar konsekuensi dari ucapan saya kala itu.
Di rumah aja, dalam artian menjadi ibu rumah
tangga. Siapa bilang mudah? Sungguh, tak mudah. Belum lagi setiapkali bertemu
keluarga besar dan menatap ekspresi mereka saat mendengar bahwa saya tidak
bekerja. Sedih kadang, karena banyak yang beranggapan sayang sarjananya jika
tidak digunakan untuk bekerja. Namun setiap drop, saya kuatkan lagi hati, bahwa
ini semata karena Allah, untuk membahagiakan suami.
Setelah menikah, berkali-kali saya tanyakan
pada suami, “Uda senengnya Nadia kerja apa di rumah aja?”, maka selalu saja
jawabannya, “Apa aja, yang bikin Nadia bahagia, uda akan dukung”. Dan dari raut
wajahnya, saya tau bahwa ia lebih seneng saya di rumah. Saya redam keinginan
mengajar rapat2, terlebih saat suami pernah bilang, “Nadia ngajar anak-anak
kita aja besok ya”, ungkapnya sembari tersenyum. Sungguh kebahagiaannya adalah
kebahagiaan saya sekarang.
Habis subuh, sedapat mungkin langsung bangun
untuk shalat. Lalu, menuju dapur menyiapkan sarapan dan bekal untuk suami.
Melepasnya pergi kerja. Lalu, menyambutnya pulang kerja. Menemaninya di sela2 luangnya.
Membiarkannya baring sejenak di sela2 capeknya. Maka menghabiskan waktu
bersamanya, paling tidak diberikan kesempatan untuk menatapnya, adalah sebuah
karunia yang tak terungkapkan.
Terkadang rasa bosan menghampiri, hingga saya
ingat lagi bahwa jika saya melakukannya dengan baik, maka suami akan bahagia.
Rumah yang bersih, piring yang tertata rapi, makanan yang telah terhidang,
bukankah itu menjadikannya betah di rumah? Ah, betapa berat tanggung jawab yang
dipikulnya menjadi suami, maka jangan lagi bebankan ia dengan hal-hal remeh
seperti urusan rumah tangga.
Menjadi ibu rumah tangga memang tak mudah.
Belum lagi saat berpapasan dengan teman2 yang karirnya melesat sudah, studinya pun
berlanjut. Menikah memang menjadikan beberapa hal tertunda, namun bukankah kita
melambat untuk melangkah lebih jauh? Maka jangan pernah minder menjadi ibu
rumah tangga.
Jangan menjadi ibu rumah tangga yang memilih
mengurung diri di rumah untuk menjalani rutinitas harian. Namun jika kamu bisa
memilih, jadilah ibu rumah tangga yang produktif. Walau di rumah, ia bisa tebar manfaat pada
banyak orang. Yang walau di rumah, ia bisa bikin masakan enak untuk dibagikan
pada tetangga. Yang walau di rumah, terus membaca dan tak pernah berhenti untuk
belajar. Iya, jadilah ibu rumah tangga yang seperti itu.
Saya berharap, lebih banyak lagi hal yang
Allah amanahkan untuk saya kerjakan. Hingga hidup sekali, berarti, lalu mati
yang menjadi target saya bisa tercapai. Siapapun yang memilih menjadi ibu rumah
tangga, so jangan pernah merasa minder. Memang betul nama istri tenggelam
dibalik kata ibu rumah tangga, namun lihatlah suami kita, bukankah karirnya
terangkat? Bukankah prestasinya meningkat? Dibalik lelaki hebat, ada wanita
yang hebat. Dan jadikan kalimat itu perisai setiapkali kita merasa rendah diri.
Hebatkan suami kita, hebatkan, hebatkan.
Jadi ibu rumah tangga, bosan tidak? Tidak,
jika kamu jalani karena ibadah, maka semuanya akan terasa indah.
Komentar
Posting Komentar