Tak Kunjung Hamil?
“Kehamilan adalah keajaiban. Iya, ajaib.
Bagaimana mungkin di perut ibu ada sesosok makhluk mungil yang terus tumbuh,
sementara perut ibu sendiri mampu menahan beban itu”. Saya membaca seuntai
kalimat dari buku “Dahsyatnya Hamil Sehat dan Normal” oleh dr. Fredrico Patria,
SpOG ini dengan helaan nafas tertahan. Ah, bagaimana tidak. Sudah hampir
memasuki usia tiga bulan pernikahan, dan masih saja test pack menunjukkan hasil
garis satu, negatif.
“Nadia, gimana, apa udah ada tanda-tanda
hamil?”, beberapa teman melayangkan pertanyaan itu via whatsapp. Berdebar
sesaat, hingga akhirnya saya balas setiap pesan yang masuk dengan harapan minta
didoakan agar Allah berkenan untuk menitipkan. Lalu, tiapkali pesan itu masuk,
saya mendekati suami, lalu beliau selalu berhasil menghibur saya. “Nadia, kita
akan terus ikhtiar. Jika belum sekarang, maka kita akan ikhtiar lagi. Teruslah
berdoa agar Allah berkenan menitipkan kita anak, ya. Dalam diam, saya terisak.
Dua minggu yang lalu, saya mendapat kiriman
buku karangan Retnohening berjudul, “Happy Little Soul” dari kakak tingkat
saya, kak Meta. Lalu semenjak membaca buku itu, saya rutin mengikuti setiap
postingan Mbak Retno tentang bagaimana cara ia mendidik Kirana kecil hingga
lincah dalam bicaranya. Saya juga sempat membaca bahwa Mbak Retno juga
berbulan-bulan menanti hadirnya si buah hati, hingga Allah baru berkenan
menitipkannya di bulan kesekian. Bahkan di bulan-bulan pertama setelah
pernikahan, Mbak Retno bahkan sempat mengalami keguguran. Harus jeda hamil
selama tiga bulan lamanya untuk pemulihan rahim. Betapa ada usaha yang harus
diperjuangkan untuk merengkuh sebuah amanah.
Lalu, beberapa kali saya tonton video si
kecil Kirana. Betapa menggemaskan punya anak yang pintar seperti itu.
Terbersitlah dalam hati saya keinginan kuat untuk punya anak. Dan dalam diam,
saya pun kembali terisak. Suami kembali membelai kepala saya. Meminta saya
untuk terus ikhtiar dan berdoa tiada putusnya.
Disaat sedang menulis ini, tiba-tiba
teringatlah kisah Mbak Hanum Salsabiela Rais yang harus berjuang 11 tahun
lamanya hingga Allah berkenan untuk menitipkan amanah. Gagal. Bangkit lagi.
Gagal. Bangkit lagi. Gagal dan terus bangkit lagi. Dan saya yang masih menanti
baru tiga bulan, malah berkeluh kesah dengan ringannya. Astagfirullahal ‘adzim.
Maka mulai detik ini, setiap hari adalah
perjuangan. Mungkin saja ibadah saya masih kurang, hingga Allah berkata, “Bagaimana
mungkin Aku tambahkan lagi amanah lain padanya, sementara yang wajib saya sulit
ia penuhi.” Karenanya, tugas saya dan suami adalah berupaya membaikkan diri.
Tanpa henti, tanpa tapi.
Bantu doanya ya, sahabat. Semoga Allah
berkenan untuk segera menitipkan. Bayangkan saat bibir kita menyebut kata, “Nak”,
pada darah daging sendiri. Bukankah itu menggetarkan? Allahu Rabbi. Perkenankan
kami untuk diamanahkan hadirnya seorang anak, ya Rabb. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar